Teknik Menulis Cerpen Oleh Wayan Jengki Sunarta (Bag. 9): Terkait Logika Cerita, Penggunaan Bahasa, dan Swasunting
Logika Cerita
Sebuah cerpen yang baik harus mengandung kekuatan logika cerita. Cerpen merupakan bangunan atau struktur narasi yang logis/masuk akal/wajar, dari rangkaian peristiwa sebab-akibat. Logika cerita memengaruhi keutuhansebuah cerpen sehingga enak dibaca dan mengesankan pembaca. Cerpen yang tidak logis umumnya akan ditinggalkan pembaca sebab akan membuang- buang waktu membaca cerita yang tidak masuk akal.
Contoh Tidak Logis:
Acara workshop cerpen berlangsung di sebuah ruangan tertutup. Wilayah tempat acara workshop dijaga ketat oleh sejumlah satpam. Tiba-tiba muncul orang gila berpakain compang-camping membawa pisau mendobrak pintu ruangan tempat workshop berlangsung. Peserta workshop pun berhamburan menyelamatkan diri masing-masing.
(Bagaimana caranya agar contoh di atas bisa masuk akal atau logis? Pakai hukum sebab-akibat)
Contoh Logis:
Acara workshop cerpen berlangsung di sebuah ruangan tertutup. Seorang peserta mendadak mengamuk di ruangan itu. Ia merogoh tasnya dan mengeluarkan sebilah pisau lalu mengacungkannya ke udara. Peserta workshop pun berhamburan menyelamatkan diri masing-masing. Pesertayang mengamuk itu kemudian diringkus satpam. Ternyata belakangan diketahui, peserta tersebut mengidap gangguan jiwa.
Penguasaan Bahasa
Karena cerpen adalah seni bertutur atau bercerita maka kemampuan berbahasa dan bercerita memegang peranan sangat penting. Selain itu, penguasaan dan pengolahan bahasa perlu terus dilatih. Misalnya menggunakan gaya bahasa yang menarik, menghidupkan kata-kata lawas (lama), menyisipkan kata-kata dari bahasa lokal, dan sebagainya.
Pengarang juga harus memahami dan menguasai ejaan dan tata bahasa. Misalnya, mampu menyusun kalimat dengan baik dan benar. Susunan katabisa disebut kalimat jika mengandung minimal subjek dan predikat (S-P). Selain itu, pengarang juga harus bisa membedakan kalimat lengkap dan kalimat tidak lengkap. Misalnya, kalimat tidak lengkap biasa dipergunakan dalam percakapan atau dialog.
Tanpa penguasaan bahasa yang bagus, apalagi amburadul, tipis kemungkinan sebuah cerpen bisa memikat perhatian pembaca.
Swasunting
Cerpen-cerpen berkualitas tidak lahir dari sekali tulis. Setelah draf cerpen selesai dituliskan, tugas pengarang selanjutnya adalah memeriksa draf dan melakukan swasunting, dari tahap ringan hingga berat. Swasunting ringan, misalnya, mengoreksi salah ketik, ejaan, tata bahasa. Swasunting berat, misalnya,mengubah alenia pembuka, memperkuat karakter tokoh, membenahi alur, memperkuat dialog, memangkas deskripsi yang bertele-tele, mengubah penutup cerita, dan sebagainya. Swasunting akan membuat cerpen menjadi lebih rapi, berkualitas, memuaskan pembaca, dan berpeluang dimuat media massa.
Penutup
Sebagai penutup paparan ini, jika Anda serius ingin menjadi penulis cerpen, maka latihan terus-menerus akan menjadi guru terbaik yang mampu membimbing Anda meraih kesuksesan. Selain itu, untuk proses belajar, Anda harus rajin studi banding dengan cerpen-cerpen bermutu. Nah, selamat mencoba!***
Post a Comment for "Teknik Menulis Cerpen Oleh Wayan Jengki Sunarta (Bag. 9): Terkait Logika Cerita, Penggunaan Bahasa, dan Swasunting"